Minggu, 06 Februari 2011

Tafsir Alqur'an Dengan Disiplin Ilmu

Al-Baqoroh 51-56
Tafsir 3a. Komponen Akal dari Dimensi Ilmu

Ayat 51. Upaya Musa mencari ilmu membelah laut dilakukan dengan memusatkan diri pada akalnya. Hasil pertama, Musa dapat menembus dimensi ruang halus yang disekat oleh cermin-C (hukum penolak jasad kasar = peralihan dimensi kasar ke dimensi halus) di ruang ke-38. Sejak pertandingan ilmu antara Jibril dan Adam di syurga, telah terjadi kesepakatan bahwa hukum-hukum ruang dijadikan persyaratan untuk gelar nabi (ilmuwan penemu) dan jabatan rosul (pemimpin akal utusan Akal). Karena itu ketika Musa berhasil memasuki cermin-CP di dimensi ruang ke-48 (40 malam), Kami hukum ruang di dimensi ke 40-an telah dijadikan perjanjian bukit sebagai persyaratan bagi gelar nabi.
Maka kepada Musa yang berhasil menembus dimensi ruang 48, Kami cermin-CP tmemberikan gelar nabi. Musa sendiri menyebut cermin-CP sebagai anak sapi betina (pengikut/perangkat Hukum Akal). Tetapi karena ahli kitab kamu bangsa Israil menganggap Taurot sebagai kitab suci sabda Alloh yang memiliki kebenaran mutlak menurut bunyi tertulis, maka anak sapi ditafsirkan kamu secara wantah, dan bagi perangkat Hukum Akal itu kamu telah membuat patung anak sapi untuk dijadikan sembahan manusia sepeninggalnya (sepeninggal Musa = setelah Musa meninggal), sehingga kamu para penyembah anak sapi tersebut jadi orang-orang zalim (pelanggar hukum).

Ayat 52. Karena berpegang pada kebenaran Exodus yang dinyatakan pemimpin bangsa Israil sebagai penjabaran Musa dari Taurot atas petunjuk Alloh langsung, maka bangsa Israil penganut agama Yahudi mengimani ajaran Exodus yang sesat. Mereka tidak tahu samasekali bahwa Taurot adalah buku petunjuk ilmu susunan Musa sendiri, dan kebenaran petunjuk ilmu bukan pada bunyi tertulisnya tetapi dibalik tabir (gejala-tampak) bunyi tertulis itu.
Sebab sesungguhnya ketika para pengikut ajaran Musa mengikuti petunjuk Taurot dengan memusatkan diri pada akalnya (moralnya) hingga mati rasa di batas cermin-C (peralihan ruang kasar ke ruang halus), dia masuk alam halus dunia unsur (alam tersembunyi = malam hari). Kemudian sesudah masuk alam halus, Kami hukum penolak jasad kasar memaafkan kesalahan kamu yang menganiaya diri dengan membunuh rasa syahwat-angkara-pamrih-ambisi dirimu, sehingga kamu hidup kembali dari kematian rasa-jasadmu agar kamu bersyukur atas keberhasilan menembus alam halus itu.

Ayat 53. Demikian pula yang terjadi dengan Musa. Sesungguhnya ketika Musa memusatkan diri pada akalnya hingga mati rasa, dia dihantam-gencet gaya elektromagnet pusingan ruang 100.000 km/detik, sehingga tubuhnya menciut jadi sekecil atom dan masuk alam halus. Tetapi Musa tidak berhenti sampai di situ karena tujuannya menembus dimensi alam halus itu untuk mencari Alloh. Maka dia melanjutkan penelitiannya. Ketika Musa berhasil memasuki cermin-CP dengan mengosongkan rasa jasadnya, tubuhnya menciut jadi sekecil kaon karena dihantam-gencet gaya nuklirlemah pada pusingan ruang 150.000 km/detik.
Dengan berhasil memasuki cermin-CP, Kami berikan kepada Musa kitab (aturan hukum) yang dapat memunculkan dirinya kembali di alam kasar dengan jasad kosong seperti hantu. Sebab cermin-CP itu adalah keterangan hukum pembalikan ruang pembeda yang benar (ilmu) dan yang salah (pengetahuan, sihir), agar kamu mendapat petunjuk ilmu tinggi yang jadi syarat gelar nabi. Kemudian ketika Musa berhasil menembus cermin-T dengan membuang rasa-jasadnya sehingga jadi suci dari kekotoran rasa-jasad, tubuhnya dihantam-gencet gaya listriklemah pada pusingan ruang 300.000 km/detik, dan Musa memasuki alam lembut tempat tinggal bangsa malaikat yang mengangkatnya jadi rosul Alloh (pemimpin akal utusan Akal). Sebab cermin-T (hukum pembalikan waktu) telah disepakati bangsa malaikat dan para rosul sebelumnya sebagai perjanjian gunung untuk syarat jabatan rosul (pemimpin akal). Dari alam malaikat itu dia bersama bangsa malaikat dapat menyaksikan panorama alam syurga melalui ufuk alamfana (ufuk peristiwa = event horizon) yang berfungsi sebagai layar televisi (Annajm 15).

Ayat 54. Karena tujuan Musa menembus dimensi-dimensi ruang itu untuk mencari Alloh, dia tidak berhenti di alam malaikat, tetapi terus melanjutkan perjalanannya hingga ke ufuk alamfana yang disebut ufuk peristiwa (event horizon). Ternyata ufuk peristiwa yang dari jauh berbentuk layar televisi itu merupakan dinding tenaga cermin-P (hukum keseimbangan rasa-jasad) yang bersifat menolak jasad wujud, sehingga tidak bisa ditembus. Menurut penglihatan Musa, ufuk peristiwa itu berbentuk lubang kosong yang didalamnya terdapat pelita besar (thermonuklir raksasa) yang berkilau seperti bintang (Annuur 35).
Karena alasan itulah, ketika Musa berkata kepada kaumnya: ‘Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak sapi’; yang dimaksudkan Musa ialah: ‘Sesungguhnya jika kamu berhasil membunuh rasa dengan menganiaya dirimu, maka kamu telah menjadikan anak Hukum Akal sebagai anutanmu’. Dengan menganut anak Hukum Akal itu, berarti kamu bertobat kepada Tuhan (Hukum Akal) yang telah menjadikan jasad kamu dari bahan rasa. Sebab menurut amanat Hukum Akal, pertobatan hanya bisa dilakukan dengan membunuh dirimu (membunuh rasa jasadmu) Artinya, membunuh rasa jasad itu lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu. Maka Alloh (Akal) melalui hukumnya akan menerima tobatmu. Sesungguhnya Dia penerima tobat dan penyayang kepada yang meneladani pengorbanan dirinya dengan membuang rasa jasadnya.

Ayat 55. Dari latarbelakang, gejala-tampak, data ilmu, dan simpulan pemimpin tersebut diperoleh rumusan hukumnya sebagai berikut. Para pengikut Musa sangat memahami celupan Musa dalam Taurot yang menggunakan kata sapi betina bagi Hukum Akal anutannya. Karena itu ketika kamu para pengikut Musa berkata: ‘Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Alloh (Akal) dengan terang’. Maksud mereka ialah: ‘Kami tidak akan beriman kepada sapi betina sebagai celupan dari Hukum Akal anutanmu, sebelum kami menyaksikan bukti kebenaran Akal itu dengan jelas’.
Karena itu Musa pun memberi contoh dengan duduk bersemedi memusatkan diri pada akalnya. Ketika pemusatan diri Musa mencapai batas mati rasa pada pusingan ruang 100.000 km/detik, tubuhnya disambar petir (dihantam-gencet gaya elektromagnet) dan menciut jadi sekecil atom, sehingga hilang dari pandangan para pengikutnya di alam kasar, karena telah masuk ke dimensi alam halus dunia unsur. Sedangkan kamu para pengikut setia Musa yang sedang menyaksikan pemusatan diri rosulnya, dapat menyaksikan lenyapnya tubuh Musa dari hadapan mereka, sehingga mereka percaya dan jadi pengikut Musa yang setia.

Ayat 56. Dengan membunuh rasa (nafsu) syahwat-angkara-pamrih-ambisi jasad, berarti dalam pemusatan diri itu jasad kamu benar-benar sudah mati rasa, sehingga ketika dihantam-gencet gaya elektromagnet pada pusingan ruang 100.000 km/detik, kamu tidak merasakan lagi hantamannya. Tetapi hantaman dahsyat itu justru membuat dirimu jadi sadar kembali. Itulah sebabnya Kami anak sapi (perangkat hukum) menyatakan, setelah dihantam-gencet gaya elektromagnet tersebut, Kami bangkitkan (hidupkan) lagi kamu sesudah rasa kamu mati, supaya kamu bersyukur karena tidak jadi mati.

Tanggapan Ma’mun, Soreang, Kab. Bandung, Jawa Barat

Ma’mun: “Tafsir ayat komponen ilmu ini sudah amat jelas. Dengan menunjukkan contoh semedi memusatkan diri pada akalnya sampai hilang dari pandangan mata para pengikutnya, Musa telah memberi bukti bahwa kebenaran akal adalah kebenaran Alloh. Ada dua pertanyaan yang ingin disampaikan.
Pertama. Bagaimana cara memusatkan diri pada akal? Apa harus memusatkan pikiran pada satu titik, misalnya berdo’a agar bisa menghilang?.
Kedua. Berkaitan dengan kepercayaan semua agama bahwa Adam manusia pertama di muka Bumi, sehingga semua manusia Bumi adalah keturunan langsung Adam-Hawa dengan melakukan perkawinan di antara anak-anak kandungnya sendiri. Sedangkan Anda menyatakan, Adam-Hawa bukan manusia pertama tetapi pasangan rosul (pemimpin akal) pertama. Sebab ketika Adam-Hawa turun ke Bumi, di Bumi telah hadir kelompok-kelompok manusia (orang Neanderthal) di setiap benua yang saling tindas-bunuh dalam berebut kekuasan . Pada surat ke MPR-DPR RI Anda menunjukkan bukti dengan perbedaan bermacam bahasa dan warna kulit etnis di setiap benua. Pertanyaan saya, apa ada bukti lain yang lebih kuat selain perbedaan bahasa dan warna kulit?.
Ketiga. Berhubungan dengan kisah pembunuhan pertama di antara putera Adam, yaitu Qobil dan Habil akibat disuruh berkorban (Almaaidah 27-30). Para agamawan menyatakan Qobil mempersembahkan buah-buahan busuk sebagai korbannya, sedangkan Habil mempersembahkan buah-buahan yang bagus. Karena Alloh hanya menerima korban Habil, Qobil meras dengki. Maka dia membunuh Habil. Pertanyaannya, apakah Qobil dan Habil mendengar langsung perkataan Alloh yang menerima korban Habil dan menolak korban Qobil, sehingga timbul kedengkian Qobil? Bukankah Alloh itu tidak berkata-kata dengan manusia seperti dikatakan Asysyuuro 51?.

Jawaban

Sandie: “Pertama. Kalau Anda memusatkan diri pada satu titik, sampai kapanpun tidak akan bisa terpusat, karena titik itu berwujud dan do’a Anda adalah pamrih, sehingga tidak membunuh rasa jasad. Sedangkan akal adalah zathidup tanpa wujud (antirasa-antijasad) atau tidak punya nafsu syahwat-angkara-pamrih-ambisi jasad. Karena itu untuk bisa memusatkan diri pada akal, Anda harus membunuh-mengosongkan-membuang seluruh rasa (keinginan) jasad. Artinya, Anda harus melupakan rasa jasad, sehingga jadi kosong dari segala memori-ingatan kepentingan-keinginan rasa (nafsu syahwat-angkara-pamrih-ambisi jasad), baru akan terpusat pada akal.
Kedua. Kalau semua manusia Bumi keturunan langsung Adam-Hawa, artinya Adam-Hawa mengembangbiakan manusia melalui perkawinan di antara anak-anak kandungnya, cucu-cicitnya sendiri yang sedarah. Ini bertentangan dengan amanat Alloh pada Annisaa 22-23. Padahal semua rosul merumuskan ajarannya dari amanat-amanat Alloh pada lompatan bundel-bundel (quantum leap) di cermin-P, dan amanat Alloh itu mengharamkan perkawinan di antara sesama saudara. Berita yang menyatakan: ‘kecuali di masa yang telah lampau’ = di masa sebelum rosul tampil, dan Adam-Hawa adalah pasangan rosul pembina moral yang pertama, sehingga mustahil akan mengembangbiakan keturunannya di antara anak-anaknya sendiri
Artinya, sebelum Adam-Hawa turun ke Bumi, di Bumi telah hadir bermacam etnis manusia (orang Neanderthal) di setiap benuanya yang suka berbunuh-bunuhan sebagaimana diamati bangsa malaikat dari Syurga (Baqoroh 30), bahwa manusia di Bumi itu makhluk brutal-biadab tidak bermoral. Para penguasanya mengawini perempuan termasuk anak-anak kandungnya sendiri, dan saudara lelakinya mengawini saudara perempuan kandungnya sendiri. Bahkan ketika anak lelakinya menggantikan ayahnya jadi penguasa, dia mengawini ibu kandungnya (salah satu isteri ayahnya) dan saudara-saudara perempuannya sendiri bekas isteri ayahnya.
Bukti tak terbantah adalah hadirnya berbagai etnis, warna kulit, dan bahasa. Kalau semua manusia Bumi keturunan Adam-Hawa langsung, minimal bahasanya harus sama. Karena Adam-Hawa turun ke Bumi sekitar 50.000 tahun silam, maka kalau semuanya keturunan Adam-Hawa langsung, jumlahnya paling banyak juga di zaman sekarang hanya jutaan orang bukan miliaran.
Bukti paling kuat datang dari data ilmu. Penelitian kedokteran menyatakan, setiap keluarga memiliki DNA keturunan sendiri. Kalau seluruh manusia Bumi keturunan darah Adam-Hawa, maka seluruh manusia Bumi harus memiliki DNA yang sama. Dalam kenyataannya, setiap keluarga dan keturunannya memiliki DNA berlainan. Karena DNA mereka berbeda-beda, berarti bukan satu keturunan sedarah.
Ketiga. Ayat-ayat Qur’an itu bahasa puisi yang kebenarannya bukan pada bunyi tertulis tetapi pada intrinsiknya (unsur-unsur pembangun ayatnya = alasan-alasan ilmunya = asbabun nuzulnya). Dari uraian Almaaidah 27-30 ampak jelas, baik nama maupun korban yang diceritakannya adalah karangan para agamawan sendiri. Sebab pada kelompok ayatnya tidak disebutkan siapa nama kedua putera Adam itu. Artinya nama Qobil dan Habil cenderung bersifat celupan, bukan nama sebenarnya.
Dalam kaitannya dengan Annisaa 22-23, menurut tangkapan saya, Qobil adalah putera kandung Adam-Hawa yang dikawinkan dengan anak perempuan Neanderthal buruk rupa, sedangkan Habil adalah anak orang Neanderthal yang dikawinkan dengan anak perempuan kandung Adam-Hawa, sehingga statusnya sebagai putera menantu Adam-Hawa yang taat terhadap ajaran moral peradaban Adam-Hawa, sehingga menjadi pengikut (anak) beriman yang takwa (mematuhi Hukum Akal).
Adam Hawa mengajar anak-anak kandungnya (lelaki-perempuan) yang dikawinkan kepada anak Neanderthal.agar mengorbankan perasaan diri mereka karena punya pasangan (suami-isteri) buruk rupa namun telah beriman kepada ajaran moral mereka, sehingga jadi pengikut (anak). Tapi Qobil tidak terima, sebab dia mencintai adik kandungnya sendiri yang sangat cantik dan oleh orangtuanya dikawinkan kepada Habil. Itulah alasan dasar Qobil membunuh Habil, dan Habil yang telah beriman tidak melawan ketika Qobil membunuhnya untuk merebut adik kandungnya yang jadi isteri Habil.