Jumat, 03 Desember 2010

Tafsir Qur'an Dengan Disiplin Ilmu

Qur’an dikupas secara ilmiah

Tafsir 2b

Al-Baqoroh 33-37
Komponen Pengetahuan dari Dimensi Pengetahuan

Ayat 33. Berdasarkan kesepakatan bersama, bangsa malaikat mengutus Jibril yang memiliki kekuatan paling besar dan kecerdasan paling tinggi (Annajm 5-6), turun ke alam kasar untuk menantang Adam melakukan pertandingan ilmu. Sebab untuk bisa muncul di alam kasar, perlu tenaga mengerem amat besar dalam memperlambat kecepatan gerakannya, dan harus memeras otak tinggi dalam menyeimbangkan perlambatan gerakan dengan pusingan lambat dimensi-dimensi ruang yang dimasukinya. Kemunculan Jibril (makhluk asing) yang menemuinya di alam kasar, membuka daya pikir otak Adam kepada wawasan penelitian alam. Dengan memusatkan diri pada akalnya, akhirnya dia berhasil menembus alam halus dunia unsur dan menembus alam lembut dunia zarah dasar. Ketika Adam muncul di alam lembut Syurga, semua bangsa malaikat amat terkejut. Mereka mengerumuni Adam dengan penuh keheranan dan kekaguman. Sebab dilihat dari jasadnya yang lemah, hampir mustahil makhluk jasad kasar yang gerakannya amat lamban bisa mendatangi tempat mereka.
Sesuai dengan pengamatannya, bangsa malaikat menanyakan pengetahuan Adam tentang alam ciptaan. Hukum-hukum ruang mengilhamkan jawaban kepada akal Adam: ‘Hai Adam, beritahukan kepada mereka semua nama benda dalam alam yang telah kamu pelajari selama ini. Juga jelaskan alasan kamu untuk bisa menembus dimensi-dimensi ruang itu’. Maka Adam pun menjelaskan nama-nama benda langit yang ditelitinya seperti satelit-planet-bintang. Lalu dia menjelaskan bagimana caranya agar bisa menembus tiga dimensi ruang yang disekat hukum-hukum peralihannya itu. Setelah diberitahukan Adam kepada mereka semua pengetahuan berikut alasan-alasannya, hukum pun mengilhamkan kelebihan Adam kepada bangsa malaikat: ‘Bukankah sudah kukatakan kepada kalian, sesungguhnya aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan mengetahui apa yang kalian lahirkan dan apa yang kalian sembunyikan?’.

Ayat 34. Mendengar penjelasan Adam tentang cara dirinya menembus dimensi-dimensi ruang halus dan lembut yang amat sulit dilakukan itu, bangsa malaikat jadi mengetahui bahwa Hukum Akal memiliki perangkat yang hadir di setiap peralihan dimensi ruang. Karena itu ketika kami (perangkat Hukum Akal) berkata kepada bangsa malaikat: ‘Patuhlah (sujud) kalian semua kepada kepemimpinan Adam’. Maka mereka pun mengakui kepemimpinan (kekholifahan) Adam dan menyatakan patuh, kecuali Iblis yang jadi pemimpin bangsa setan. Dia enggan mengakui kepemimpinan Adam meski Adam mampu memasuki ruang tempat tinggalnya di puncak alam lembut Syurga. Alasannya, manusia bukan hanya lelaki tetapi punya pasangan yaitu perempuan. Kalau Adam mampu memasuki tempat tinggalnya, Hawa pasangannya belum tentu mampu. Dia sombong, karena memiliki ketahanan tubuh paling kuat, sehingga menghuni dimensi ruang yang suhunya paling panas. Karena itu Tuhan (Hukum) menyatakan Iblis termasuk ke dalam golongan orang-orang kafir.

Ayat 35. Setelah Adam kembali ke alam kasar Syurga, kami hukum-hukum ruang mengilhamkan izin: ‘Hai Adam, diami alam kasar syurga ini olehmu dan kamu boleh mengawini Hawa sebagai isteri pasangan hidupmu. Pelajari segala pengetahuan alam yang banyak dan baik dalam syurga ini sebagai makanan akalmu (makan makanan-makanannya) di mana saja kalian berada dan kalian sukai. Hanya satu peringatan dari kami. Sekali-kali kalian jangan mendekati pohon teratai (sidrotil muntaha) yang jadi pusat alam ini. Sebab pohon teratai itu bisa menimbulkan bencana kepada kalian, dan akan menyebabkan kalian termasuk orang-orang zalim (pelanggar hukum).

Ayat 36. Penolakan Iblis tidak mau mengakui kepemimpinan manusia karena manusia ada dua jenis, jadi beban pikiran Adam. Maka sekembalinya di alam kasar, Adam meminta Hawa agar mempelajari cara menembus dimensi-dimensi ruang seperti yang telah dilakukannya. Ternyata Hawa juga berhasil melakukan penembusan dimensi-dimensi ruang itu. Ketika mereka mendatangi tempat Iblis untuk menunjukkan kemampuan mereka, Iblis merengut tidak memberi komentar apa-apa (Almuddatstsir 22).
Adam dan Hawa turun kembali ke alam malaikat. Di sana mereka mengamati kehidupan manusia Bumi dengan seksama melalui kemanunggalan telanjang sebagai layar televisi. Karena menurut aturan Hukum, setelah diangkat jadi pemimpin oleh bangsa malaikat atas nama Hukum, tugas mereka adalah memimpin manusia Bumi untuk memperbaiki moralnya yang biadab (Baqoroh 30). Pada waktu itulah datang seorang setan yang memberitahu bahwa, Iblis yang jadi pemimpinnya akan mengakui kepemimpinan Adam-Hawa jika mereka mampu memasuki dimensi ruang di atas ruang tempat tinggal Iblis yang suhunya jauh lebih dahsyat (keduanya digelincirkan oleh setan).
Mendengar pemberitahuan itu Adam sangat gembira. Dia mengajak Hawa memusatkan diri lagi pada akalnya untuk menembus ufuk Syurga. Dengan disaksikan oleh bangsa setan dan malaikat, mereka memusatkan diri. Usahanya berhasil, tetapi malang tak dapat ditolak. Sebab ufuk Syurga itu lubang putih (white hole) yang bersifat menyeret dengan kasar setiap yang memasukinya, sampai menumbuk Sidrotil Muntaha (Pohon Teratai), dirubah dari keadaan negatif ke ujud positif (dikeluarkan dari keadaan semula), dan keluar di lubang hitam (black hole) pada ufuk alam Fana.
Ternyata lubang putih itu tidak hanya menyeret tubuh Adam-Hawa, tetapi juga menyeret kasar semua penghuni alam lembut Syurga (bangsa malaikat dan setan). Maka Kami (Hukum Akal dan perangkatnya) mengilhamkan putusan: ‘Turun kalian semua ke alam wujud tampak! Di alam itu sebagian kalian akan jadi musuh bagi yang lain karena menganut hukum rasa jasad. Bagi kalian semua ada tempat kediaman sementara di Bumi (alam Fana), dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan’.

Ayat 37. Seretan lubang putih itu menyadarkan Adam akan kesalahan dirinya. Karena ambisinya ingin menaklukan Iblis, dia telah menyeret isterinya Hawa ke kehidupan Fana. Sebagai tanda tobatnya, kemudian Adam menerima beberapa kalimat (amanat-amanat tugas kepemimpinan) dari Tuhannya (Hukum Akal) untuk memperbaiki kesalahan diri, yaitu mematuhi dan menegakkan Hukum Akal, memperbaiki moral masyarakat Neanderthal yang brutal-biadab, menyelamatkan-mencerdaskan-memajukan-memakmurkan hidup masyarakat dengan harta-tenaga-ilmu-waktu yang dimilikinya tanpa pamrih-ambisi, dan menumpas segala kejahatan bisikan setan.
Dengan demikian diketahui jelas, turunnya mereka ke alam Fana untuk mengemban tugas pemimpin bukan diperintah Alloh, tetapi karena kesalahan langkah sendiri. Karena itu, beberapa kalimat dari Tuhannya berarti janji diri akan memenuhi amanat-amanat Alloh yang terdapat pada alam peragaan. Sebab kalau Adam tidak berambisi menaklukan Iblis, tentu tidak akan mendekati Pohon Teratai yang telah diperingatkan Hukum (Tuhan), sehingga tidak akan pernah turun ke alam Fana. Karena untuk bisa turun ke alam Fana dari alam Syurga hanya ada satu jalan, yaitu melalui lubang putih di ufuk Syurga.
Maka Adam pun bertobat atas kesalahannya telah melanggar peringatan Tuhan itu, dan Alloh yang pengasih-penyayang tentu saja menerima tobatnya. Sebab sesungguhnya Alloh itu penerima tobat, dan penyayang kepada makhluknya yang menyadari kesalahan dirinya.


Tanggapan Hilman Cikajang Garut dan Mahmud Cimenyan Kab. Bandung

Hilman: “Pertama. Tentang kebenaran praktek ritual penyembahan agama-agama. Mengapa Rosul Muhammad memasukkan penyembahan agama ke dalam definisi kekafiran (pembangkangan)? Bisakah Anda memberi alasan penguatnya?.
Kedua. Pada ayat 34 saya melihat perubahan istilah Tuhan dari Aku menjadi Kami, dan Anda menyebut Kami adalah perangkat Hukum Akal. Apa alasannya?”..

Mahmud: “Para ulama menfsirkan kata pohon pada ayat 35 adalah pohon berbuah khuldi yang dikaitkan dengan pelanggaran seksual. Tetapi saya lebih setuju pada tafsir Anda bahwa kata pohon itu tidak lain dari pohon teratai (sidrotil muntaha) yang jadi pusat alam. Pada ayat 36 Anda menceritakan tempat tinggal Iblis di Syurga dengan mengacu kepada Almuddatsir ayat 22. Ketika ayat itu saya buka, tafsir ulama dari ayat 11 menceritakan sikap pemimpin Qurays di Mekah yang bernama Al Walid bin Mughirah terhadap beberapa ayat Qur’an yang dikemukakan Nabi Muhammad. Bagaimana penjelasan Anda?.

Jawaban untuk Hilman

Sandie: “Pertama. Semua agama meyakini ritual menyembah mayat (jasad-benda-patung-ka’bah) adalah perintah Alloh untuk mengampuni-menghapus dosa. Contoh paling dekat dalam agama Islam. Agamawan Islam menyatakan ritual sholat harian menghapus dosa sehari, sholat jum’atan menghapus dosa seminggu, puasa sebulan menyucikan dosa setahun, haji-umroh menghapus seluruh dosa dan menjamin masuk syurga. Keyakinan itu membuka peluang besar kepada penganutnya untuk berbuat dusta-salah-buruk-jahat-diskriminatif, karena semua dosanya diyakini akan dihapus ritual penyembahan. Dosa membunuh dihapus ritual menyembah, sehingga aturan hukum qisos jadi tidak berlaku. Korupsi satu miliar dapat dihapus pergi haji-umroh dengan ongkos puluhan juta, sehingga moral perilaku jadi tidak berguna samasekali. Dengan demikian, syurga bukan tempat kaum moralis, tetapi akan dijubeli para penjahat-koruptor-pembunuh-pemerkosa-penindas.
Padahal tidak seorang pun rosul yang menyatakan ritual penyembahan itu perintah Alloh. Bahkan Rosul Ibrohim menghancurkan semua benda-patung sembahan. Sebab Alloh tanpa wujud, sehingga tidak ada yang bisa disembah pada dirinya. Karena tanpa wujud (antirasa-antijasad), Alloh tidak bisa berkata-kata dengan manusia (Asysyuuro 51), kecuali dengan perantaraan wahyu (ilham akal) atau dibalik tabir (gejala-tampak alam peragaan), sehingga mustahil akan mengucapkan perintah kepada manusia untuk menyembahnya.
Alloh itu Akal tanpa wujud yang antirasa-antijasad, sedangkan yang disembah agama adalah benda yang dibangun dari rasa-jasad (isteri = alam dan seluruh isinya) buangan Alloh, bukan Alloh meski diberi nama Alloh. Hukum yang dianut semua agama juga bukan Hukum Akal (Tuhan Alloh), tetapi hukum rasa-jasad anutan setan yang kafir kepada Hukum Akal. Kenyataannya mereka menolak akal = kafir kepada Alloh.
Kedua. Pergantian istilah bagi Tuhan (Hukum) dari aku jadi kami terjadi setelah Adam berhasil menembus dimensi-dimensi ruang halus dan lembut di alam Syurga. Setiap dimensi ruang disekat oleh hukum (cermin peralihan) seperti dikemukakan oleh data ilmu (Almuzzamil 3-4), yaitu seperdua malam (tengah malam = pertengahan alam ilmu atau alam tersembunyi yang gelap) adalah cerminCP (hukum pembalikan ruang). Kurangi sedikit dari seperdua malam adalah cermin-C (hukum peralihan alam kasar ke alam halus = hukum penolak jasad kasar) yaitu di sepertiga malam seperti dijelaskan pada Almuzzamil 20. Lebihi dari seperdua malam adalah 2/3 ruang atau cermin-T (hukum pembalikan waktu) sebagai batas alam lembut (batas alam malaikat).
Artinya, sebelum cermin-cermin (hukum-hukum ruang) itu pertama kali ditemukan oleh penelitian akal Adam (rosul) melalui penembusan dimensi-dimensi ruang, tidak ada makhluk yang tahu bahwa ruang disekat oleh hukum-hukum peralihan dimensi yang jadi perangkat Hukum Akal. Itu sebabnya, istilah Kami untuk Hukum disebut setelah Adam menceritakan penembusan dimensi-dimensi yang disekat hukum-hukum ruang. Karena itu cerita hadits yang menggambarkan Rosul Muhammad menunggang Burok (kuda semberani berkepala wanita) ketika melakukan perjalanan ke Sidrotil Muntaha, adalah dongeng bohong khayalan ahli kitab (pembuat hadits) pembenci Rosul Muhammad. Sebab kata ‘bark’ pada surat Isroo 1 artinya ‘kilat atau cahaya’.
Dongeng isro-mi-roj menyiratkan penghinaan paling jahat terhadap Nabi Muhammad. Hadits itu menceritakan undangan Alloh kepada Nabi Muhammad untuk melakukan perjalanan ke Sidrotil Muntaha, dan malaikat menyediakan Burok untuk tunggangannya. Padahal semua rosul melakukan isroo atas kehendak dan usaha sendiri untuk mencari Alloh melalui pemusatan diri pada akalnya, dengan menembus dimensi ruang lembut dalam kecepatan cahaya. Artinya, cerita perjalanan dengan Burok menyiratkan fitnah jahat, yang menggambarkan perjalanan bulan madu Nabi Muhammad dengan menunggangi wanita bernafsu kuda. Sebab menurut cerita hadits, Nabi Muhammad itu punya nafsu syahwat maniak, dibuktikan dalam riwayat hadits dengan kawin hampir tiap tahun setelah jadi rosul (baca: Muhammad The Final Messenger karangan Dr. Majid Ali Khan yang dinyatakan para tokoh ulama Arab sebagai buku sejarah rosul terbaik).

Jawaban untuk Mahmud

Sandie: “Kembali Anda melihat, tafsir ulama itu diambil dari hadits. Padahal para penerjemah Qur’an di Depag RI itu rata-rata bergelar profesor doktor. Tetapi karena otaknya telah dijatah ajaran ulama hadits, maka daya pikirnya merosot jadi setingkat keledai.
Soalnya, dari Alalaq hingga Alfatihah adalah rumusan Sunnah Muhammad (pola qisos disiplin ilmu) untuk menyusun Qur’an. Alalaq yang dimulai dengan iqro adalah anjuran untuk mempelajari alam mencari ilmu dan hukum-hukum penciptaan yang benar, sehingga jadi rumusan akal. Alqolam adalah pena (benda teknologi) atau alam peragaan yang penuh kejanggalan (gejala-tampak), sehingga kebenarannya berada di balik tabir. Almuzzamil adalah alam unsur dunia ilmu (waktu malam), ditunjukkan dengan menjelaskan hukum-hukum ruang (cermin C-CP-T) yang harus ditembus calon nabi-rosul. Almuddatstsir adalah simpulan rosul (pemimpin akal utusan Akal) yang baru muncul atau belum dikenal masyarakat (berselimut). Alfatihah (hukum moral) adalah rumusan hukumnya, sehingga muncul di awal Qur’an yang berisi kandungan Alalaq hingga Almuddatsir.
Almuddatsir 1-10 menceritakan tugas rosul yang telah berhasil menembus dimensi-dimensi ruang hingga ke alam malaikat (apabila ditiup sangkakala oleh isrofil), karena cermin-T (hukum pembalikan waktu) itu dijaga oleh dinding listriklemah (elektroweak = Ijroil dan isrofil). Bila pada permukaannya, Almuddatsir 2 menyuruh bangun dan memberi peringatan, maka dibalik tabirnya menyuruh tembus alam halus dan awas hati-hati pada peralihan ruangnya yang disekat cermin-C (masy’aril harom = bukit peringatan) yang dijaga Munkar-Nakir.
Ayat 3 menyuruh besarkan Tuhanmu (Hukummu = Hukum Akal, dan kecilkan jasadmu dengan membunuh rasa syahwat-angkara-pamrih-ambisi). Ayat 4 menyuruh bersihkan pakaian (jasad) berarti kosongkan rasa karena akan dihantam cermin-CP (hukum pembalikan ruang) yang dijaga Mikail. Ayat 5 menyuruh tinggalkan perbuatan dosa berarti buang rasa syahwat-angkara-pamrih-ambisi jasad pembuat dosa, karena akan menembus cermin-T (hukum pembalikan waktu = hukum pencuci hati) yang dijaga oleh Ijroil-Isrofil.
Ayat 11 menceritakan Iblis (raja setan) yang diciptakan sebatangkara. Ayat 13 (anak-anak yang selalu bersamanya = bangsa setan pengikutnya). Ayat 14 memberitahukan, dengan kemampuan bergerak dalam kecepatan cahaya, Iblis punya kebebasan menembus alamfana. Dia ingin diberi tambahan kemampuan untuk bisa menembus-muncul di alam halus dan alam kasar untuk menguasai alam jin dan alam manusia, tetapi tidak bisa (ayat 15-16), karena dia menolak-membangkang hukum-hukum ruang, sehingga gerakannya dalam kecepatan cahaya menjadi jenuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar